Kalau kamu mikirin Dubai, apa sih yang terlintas di benakmu? Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi menembus awan, mal-mal mewah, mungkin bahkan lereng ski dalam ruangan, kan? Tapi, bertani? Di tengah gurun pasir? Kedengarannya mengejutkan, tapi Dubai lagi gencar-gencarnya berinvestasi di bidang pertanian . Kenapa ya kota yang terkenal dengan cakrawala futuristiknya ini mau mencurahkan sumber daya untuk mengolah pasir? Jawabannya jauh lebih dari sekadar menanam pangan; ini adalah langkah strategis yang didorong oleh tujuan-tujuan penting seperti ketahanan pangan, diversifikasi ekonomi, visi nasional, dan bahkan pelestarian akar budaya . Yuk, kita cari tahu kenapa kota metropolis gurun ini bertaruh besar pada sektor hijau. Dilema Gurun Pasir: Memahami Tantangan Pertanian
Pertama-tama, jujur saja ya: bercocok tanam di Dubai itu nggak gampang-gampang amat. UEA terletak di zona hiper-kering, pada dasarnya gurun subtropis (diklasifikasikan sebagai BWh, kalau kamu suka kode iklim) . Musim panasnya sangat panas dan lembap, dengan suhu yang sering melonjak melewati 40°C (104°F) dan kadang-kadang mencapai 50°C (122°F) yang menyengat . Ditambah lagi kelembapan tinggi, terutama di dekat pantai, jadilah kondisi yang berat buat tanaman maupun manusia . Curah hujan? Lupakan deh hujan yang konsisten. Dubai mendapatkan sangat sedikit hujan, rata-rata antara 51 hingga 95 milimeter (itu cuma 2 hingga 3,7 inci) per tahun, sebagian besar terkonsentrasi di bulan-bulan musim dingin . Sebagian besar lahannya berupa tanah gurun berpasir, rendah kandungan unsur hara yang dibutuhkan tanaman (bahan organik) dan seringkali tinggi garam, sehingga menyulitkan akar untuk tumbuh subur . Kurang dari 5% lahan UEA dianggap subur, artinya cocok untuk pertanian . Air adalah kendala terbesar; tanpa sungai besar, wilayah ini sangat bergantung pada pabrik desalinasi yang boros energi dan air tanah yang makin menipis, yang juga menghadapi masalah salinitas . Secara historis, kehidupan berpusat di sekitar oasis – titik-titik subur seperti Liwa atau Al Ain di mana air tanah memungkinkan pohon kurma dan tanaman lain tumbuh, membentuk jantung komunitas . Tantangan-tantangan ini menyoroti mengapa investasi dan inovasi yang signifikan mutlak diperlukan agar pertanian dapat berakar di sini . Lebih dari Sekadar Minyak: Alasan Ekonomi Strategis untuk Pertanian
Oke, jadi pertanian memang bukan porsi terbesar dalam kue ekonomi Dubai saat ini – kontribusinya kurang dari 1% terhadap PDB UEA pada tahun 2017 . Tapi jangan biarkan angka kecil itu menipumu. Pentingnya ekonomi strategis sangat besar. Salah satunya, ini soal diversifikasi. Dubai, dan UEA secara keseluruhan, dengan bijak melihat melampaui minyak, gas, dan pariwisata untuk membangun ekonomi yang lebih tangguh di masa depan . Menanam lebih banyak pangan secara lokal juga mengatasi kerentanan besar: UEA saat ini mengimpor sekitar 90% pangannya . Mengurangi ketergantungan ini masuk akal secara ekonomi, menjaga lebih banyak uang tetap berada di dalam negeri . Dubai juga memanfaatkan kekuatannya yang luar biasa sebagai pusat logistik global untuk perdagangan pangan. Pada tahun 2022 saja, perdagangan pangan melalui UEA mencapai AED 130 miliar (sekitar US$35,4 miliar), mencakup hampir 6% dari perdagangan non-migas negara tersebut . Selain itu, pemerintah melihat potensi pertumbuhan, dengan target meningkatkan kontribusi ekonomi sektor pangan dan pertanian sebesar US$10 miliar dan menciptakan 20.000 lapangan kerja baru dalam beberapa tahun mendatang . Bagaimana caranya? Sebagian besar jawabannya adalah AgriTech. Fokusnya bergeser ke pertanian bernilai tinggi yang didorong teknologi – bayangkan pertanian vertikal, hidroponik, dan lingkungan yang dikendalikan iklimnya . Inisiatif seperti program pinjaman AgTech senilai AED 100 juta dari Emirates Development Bank dan proyek ambisius Food Tech Valley membuka jalan, bertujuan untuk menarik investasi dan menjadikan Dubai pemimpin dalam produksi pangan inovatif . Akar di Pasir: Signifikansi Sosial dan Budaya
Pertanian di wilayah ini bukan hanya soal ekonomi atau pasokan pangan; ia mengakar kuat dalam tanah budaya. Sebelum ledakan minyak mengubah lanskap, kehidupan berputar di sekitar daratan dan lautan . Di tempat-tempat seperti oasis, bertani, terutama membudidayakan pohon kurma, bukan hanya pekerjaan – itu adalah fondasi kehidupan komunitas, kelangsungan hidup, dan struktur sosial . Pohon kurma itu sendiri lebih dari sekadar pohon; ia adalah simbol kuat ketahanan di lingkungan gurun yang keras, menyediakan makanan, tempat tinggal, dan bahan-bahan selama beberapa generasi . Praktik-praktik historis ini, termasuk mengelola sumber daya air yang berharga, membentuk identitas komunitas di sini . Keterikatan dengan tanah ini sangat penting bagi bapak pendiri UEA, almarhum Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan. Visinya untuk "menghijaukan gurun" lebih dari sekadar menanam pohon; ini tentang melestarikan warisan, memupuk hubungan dengan lingkungan, dan memastikan kesejahteraan rakyatnya . Warisan itu terus hidup. Saat ini, kamu bisa melihatnya dalam inisiatif seperti pasar petani (Manbat adalah contoh yang bagus!) yang menyatukan komunitas melalui produk lokal . Program pendidikan bertujuan untuk menghubungkan generasi muda dengan akar pertanian mereka . Dan sejujurnya, mencapai ketahanan pangan yang lebih besar bukan hanya praktis; ini adalah sumber kebanggaan nasional dan berkontribusi pada rasa kesejahteraan dan stabilitas secara keseluruhan bagi semua orang yang tinggal di sini . Menerapkan pertanian berkelanjutan juga selaras dengan nilai-nilai masyarakat yang berkembang seputar perlindungan lingkungan untuk masa depan . Mengamankan Piring Bangsa: Ketahanan Pangan sebagai Penggerak Utama
Mari kita bahas lagi angka impor 90% itu . Sangat bergantung pada negara lain untuk pangan membuat negara mana pun rentan. Peristiwa global, seperti pandemi baru-baru ini, benar-benar menyadarkan betapa rapuhnya rantai pasok internasional . Itulah mengapa meningkatkan ketahanan pangan nasional menjadi prioritas utama bagi UEA, dan Dubai memainkan peran utama . Pelabuhan dan infrastruktur logistik kelas dunianya sudah sangat penting untuk mengimpor dan mendistribusikan pangan secara efisien di seluruh kawasan . Tapi visinya lebih jauh dari itu. Dubai secara aktif memposisikan dirinya sebagai pusat teknologi pertanian (AgriTech) dan teknologi pangan (FoodTech), khususnya mengembangkan solusi yang berfungsi di iklim kering yang menantang seperti miliknya . Proyek unggulan yang mendorong ambisi ini adalah Food Tech Valley . Diluncurkan oleh Yang Mulia Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, ini bukan hanya sebuah pertanian; ini dibayangkan sebagai ekosistem yang lengkap . Bayangkan laboratorium penelitian mutakhir, pertanian vertikal dan sistem hidroponik canggih, fasilitas pengolahan makanan, pusat logistik, dan ruang bagi bisnis baru untuk berkembang . Tujuannya ambisius: melipatgandakan produksi pangan lokal Dubai hingga tiga kali lipat, memelopori metode pertanian berkelanjutan, dan menjadi model global untuk solusi ketahanan pangan di lingkungan yang keras . Rencananya bahkan mencakup "GigaFarm" raksasa yang menggunakan pertanian vertikal untuk menanam miliaran tanaman sambil mendaur ulang limbah makanan . Semua ini bertujuan untuk menciptakan pasokan pangan yang lebih stabil, beragam, dan mandiri untuk UEA dan sekitarnya . Merajut Pertanian ke dalam Visi Nasional
Dorongan Dubai ke sektor pertanian tidak terjadi begitu saja. Ini terkait erat dengan strategi nasional UEA yang lebih besar, terutama National Food Security Strategy 2051 dan tujuan negara yang lebih luas untuk keberlanjutan dan ekonomi hijau . Strategi Ketahanan Pangan 2051 memiliki beberapa tujuan serius: menjadikan UEA pemimpin dunia dalam Indeks Ketahanan Pangan Global dan memastikan semua orang memiliki akses ke pangan yang aman dan cukup sepanjang tahun . Bagaimana Dubai membantu? Dengan berfokus pada peningkatan produksi pangan lokal yang berkelanjutan melalui teknologi (halo, Food Tech Valley!), memfasilitasi perdagangan pangan dengan kekuatan logistiknya, berupaya mengurangi limbah makanan, dan secara umum membangun ketahanan terhadap potensi guncangan pasokan pangan . Semua ini selaras sempurna dengan komitmen UEA terhadap keberlanjutan, yang dituangkan dalam inisiatif seperti UAE Green Agenda dan rencana Green Economy for Sustainable Development . Negara ini bertujuan untuk menjadi pemimpin dalam teknologi hijau dan membangun masa depan yang berkelanjutan . Pertanian berkelanjutan – menggunakan air secara bijak, menghemat sumber daya melalui metode seperti pertanian lingkungan terkendali (CEA), berpotensi menggunakan energi terbarukan seperti tenaga surya, dan mengurangi limbah – adalah bagian penting dari visi ini . Kerangka kerja seperti National System for Sustainable Agriculture dan Emirates Sustainable Agriculture Label mendorong praktik ramah lingkungan ini . Bahkan Dubai 2040 Urban Master Plan mencakup tujuan untuk lebih banyak ruang hijau, menunjukkan bagaimana pertanian cocok dengan pembangunan berkelanjutan jangka panjang kota . Jadi, kamu lihat kan, berinvestasi di bidang pertanian bukan hanya soal pangan; ini adalah bagian mendasar dari membangun masa depan yang aman, terdiversifikasi, dan berkelanjutan seperti yang dicita-citakan UEA .