Bagaimana Dubai Bangkit dari Gurun Jadi Ikon Arsitektur Dunia?
25 April 2025
Salin tautan
Sumber
44
Tampilkan sumber dalam teks
Google
Object-1
Witpress
Magzoid
Mediaoffice
Architizer
Blog Newlaunchproperties
Homestratosphere
Austincontrarian
Baggagetaxi
Dubaiideal
Prasoon
Neuroject
Design-middleeast
Google
Beyracarchitects
Armanipro
Artsandculture Google
Artboothgallery
Luxuryproperty
Armanipro
Continents
Mdpi
Gulfnews
Bidoun
Algedra
Ierek
Dxbadventure
Dubaibusinessdirectory
Researchgate
Algedra Com
Kaarwan
Algedra
Dergi Neu Edu
Designconceptsint
Khaleejtimes
Bayut
Global Ctbuh
Architectureau
Kestates
M Youtube
Compassesworld
En Wikipedia
Witpress
Bayangkan Dubai. Apa yang terlintas di benakmu? Pencakar langit berkilauan menembus awan? Desain futuristik yang seolah menentang gravitasi? Ini adalah citra yang dikenal di seluruh dunia, simbol ambisi dan hiper-modernitas
[15]
[25]. Namun, putar kembali waktu beberapa dekade saja, dan gambarannya sangat berbeda. Bayangkan sebuah pemukiman tenang yang terletak di sekitar sungai alami, cakrawalanya ditentukan oleh bangunan batu karang bertingkat rendah dan menara angin yang cerdik, bukan raksasa baja dan kaca[25]
[30]
[33]. Perjalanan dari desa nelayan dan pencari mutiara yang sederhana itu menjadi pusat pencakar langit global yang kita lihat hari ini sungguh menakjubkan[1]
[18]
[8]. Didorong oleh kepemimpinan visioner dan pergeseran ekonomi strategis, terutama penemuan minyak dan diversifikasi berikutnya, Dubai memulai transformasi yang luar biasa
[20][25]. Mari kita telusuri evolusi yang luar biasa ini, menjelajahi fase-fase yang berbeda: permulaan pra-minyak yang berpusat di Creek, pertumbuhan eksplosif setelah ledakan minyak, kedatangan arsitek global yang membentuk kota vertikal, dan peran kompleks Dubai dalam urbanisme modern
[37]
[21]
[43].
Dubai Sebelum Ledakan Ekonomi: Kehidupan Berpusat di Creek
Sebelum tahun 1966, ketika minyak mengubah segalanya, Dubai adalah dunia yang berbeda
[3]
[6][18]. Kehidupan berpusat di sekitar Dubai Creek, atau Khor Dubai, sebuah teluk air laut alami yang berfungsi sebagai jantung pemukiman, membagi wilayah Deira dan Bur Dubai[3][6]
[11]. Sungai ini bukan hanya fitur geografis; ini adalah jalur kehidupan masyarakat, menyediakan pelabuhan yang aman untuk dhow tradisional yang penting untuk perdagangan dan pencarian mutiara[3][6][11]. Kisah Dubai modern benar-benar dimulai pada tahun 1833 ketika keluarga Al Maktoum, anggota terkemuka suku Bani Yas, menetap di Semenanjung Shindagha, menyadari potensi Creek[6][11][18]. Ekonomi awal sangat terkait dengan laut, bergantung pada penangkapan ikan, industri penyelaman mutiara yang pernah menguntungkan, dan perdagangan regional yang difasilitasi oleh dhow tersebut[6]
[10][11][18].
Seperti apa rupa Dubai awal ini? Lupakan gedung pencakar langit; bayangkan arsitektur praktis yang responsif terhadap iklim
[14][8]
[40]. Rumah-rumah paling awal seringkali berupa gubuk barasti sederhana yang terbuat dari pelepah kurma ('areesh'), menawarkan perlindungan dasar dari panas yang menyengat[6][21][8][14]. Seiring perdagangan, terutama mutiara, membawa lebih banyak kemakmuran, struktur yang lebih permanen pun muncul[6][30][33]. Pembangun menggunakan bahan-bahan yang tersedia: batu karang yang dikumpulkan dari laut, gipsum dan mortar lumpur dari rawa-rawa garam di sekitar sungai, dan batang kurma untuk atap[14]
[27][8][30]. Bangunan-bangunan bertingkat rendah dan berkerumun, menciptakan jalur sempit dan teduh yang disebut sikkas – cara cerdas untuk meminimalkan paparan sinar matahari dan mendorong aliran udara[21][8]. Banyak rumah memiliki halaman dalam, penting untuk privasi dan pendinginan sejalan dengan norma budaya[21]
[39][40]. Mungkin fitur yang paling cerdik adalah barjeel, atau menara angin, pemandangan umum di rumah-rumah yang lebih besar, yang dirancang untuk menangkap angin sepoi-sepoi dan menyalurkan udara sejuk ke bawah – bentuk pendingin udara alami[14][21][30]. Elemen desain Islam tradisional seperti layar mashrabiya menambahkan sentuhan dekoratif sekaligus memberikan keteduhan dan privasi[21][40]. Creek tetap menjadi pusat segalanya, pentingnya meningkat ketika Dubai menjadi pelabuhan bebas pajak pada tahun 1894, menarik pedagang dari seluruh wilayah[11][18][33]. Langkah-langkah sederhana menuju modernisasi dimulai pada tahun 1950-an dengan pengerukan Creek dan pendirian Kotamadya Dubai, tetapi kota ini tetap merupakan pemukiman organik yang relatif kecil yang dibentuk oleh tradisi dan perdagangan[3][11]
[2][39].
Katalis Minyak: Memicu Ekspansi Cepat
Tahun 1966 mengubah segalanya. Penemuan minyak di ladang Fateh bukan hanya keberuntungan; itu adalah percikan yang memicu transformasi eksplosif Dubai[1][14][18]
[31]. Tiba-tiba, emirat memiliki modal yang dibutuhkan untuk mendanai visi ambisius penguasanya, Sheikh Rashid bin Saeed Al Maktoum[1][2][18]
[34]. Meskipun minyak membawa kekayaan, cadangan Dubai tidak sebesar beberapa negara tetangganya[1]. Ini mendorong Sheikh Rashid menuju strategi penting: menggunakan uang minyak tidak hanya untuk kebutuhan mendesak, tetapi untuk berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur yang akan mendiversifikasi ekonomi dari ketergantungan minyak, dengan fokus pada perdagangan, pariwisata, dan keuangan[1]
[41][18][8]. Pandangan jauh ke depan ini adalah kunci untuk membangun pusat global yang kita kenal sekarang[1][18][8].
Laju perubahan setelah tahun 1966 sangat mencengangkan[2][30]. Konstruksi meledak, didorong oleh pendapatan minyak[2]. Antara tahun 1960 dan 2023, populasi kota berlipat ganda 80 kali, dan wilayah perkotaannya meluas 170 kali
[5]. Sheikh Rashid memelopori proyek-proyek infrastruktur penting: Bandara Internasional Dubai sudah mulai dibangun pada tahun 1960, mengantisipasi pertumbuhan[1][18]. Creek dikembangkan lebih lanjut untuk menangani lebih banyak perdagangan[1][3][11]. Jalan-jalan baru dibangun, penting untuk mengangkut bahan bangunan modern seperti beton dan baja, yang dengan cepat menggantikan bahan tradisional[2][21][31]. Rumah sakit, seperti Rashid Hospital yang dirancang oleh John Harris, dan sekolah-sekolah bermunculan[14]
[22]. Pembentukan UEA pada tahun 1971 dan kenaikan harga minyak pada tahun 1970-an semakin mempercepat ekspansi ini[2][31][34].
Apa simbol utama pertama dari era baru ini? Tidak lain adalah Dubai World Trade Centre (DWTC), yang selesai dibangun pada tahun 1979[1][37][21][43]. Dirancang oleh arsitek Inggris John Harris, yang juga membuat rencana induk pertama Dubai, DWTC adalah pernyataan yang berani[37][22]. Dengan 39 lantai, itu adalah gedung tertinggi di Timur Tengah pada saat itu, sinyal yang jelas dari ambisi Dubai[1][22][25][43]. Lokasinya, yang saat itu agak terpencil di jalan menuju Abu Dhabi (sekarang Sheikh Zayed Road), menandai pergeseran tegas dalam pembangunan dari area Creek tradisional[21][22][25]. DWTC menjadi instrumen penting dalam menarik bisnis internasional dan menyelenggarakan acara-acara besar, yang secara signifikan meningkatkan perekonomian
[4]
[7]
[9]
[12]
[13]. Secara arsitektur, periode ini menyaksikan pergerakan menuju modernisme, menggunakan beton, baja, dan kaca, meskipun terkadang dikritik karena kurangnya harmoni atau kepekaan terhadap lingkungan setempat[2][37][21][8]. Yang semakin mendorong pertumbuhan adalah Pelabuhan Jebel Ali (1979), Zona Bebas Jebel Ali (JAFZA, 1985), dan peluncuran maskapai Emirates (1985), yang memperkuat peran Dubai sebagai pusat logistik[1][18]. Era ini meletakkan dasar bagi ledakan pencakar langit yang akan datang, mengubah Dubai dengan kecepatan sangat tinggi
[23][43][2]
[17].
Menggapai Awan: Bakat Global Membentuk Cakrawala
Meskipun DWTC berdiri megah selama bertahun-tahun, kegilaan pencakar langit yang sesungguhnya dimulai pada akhir 1990-an, dan mencapai puncaknya mulai tahun 2005 dan seterusnya[43][8]. Ikon-ikon awal seperti Burj Al Arab (1999) yang berbentuk layar dan Emirates Towers (2000) yang ramping menandakan tingkat ambisi arsitektur baru, yang dirancang untuk menarik perhatian global[21][23]. Seiring proyek-proyek menjadi lebih besar, lebih kompleks, dan bertujuan untuk status ikonik, Dubai membutuhkan keahlian kelas dunia[15][21]
[32]. Mengapa mendatangkan arsitek global? Sederhana: skala dan kompleksitasnya menuntut pengalaman internasional, teknik mutakhir, dan bakat untuk menciptakan tengara yang akan menempatkan Dubai di peta dunia[21]
[35][37][15][32].
Jadi, siapa yang menjawab panggilan itu? Sekelompok arsitek bintang dan firma internasional besar datang ke Dubai, tertarik oleh kesempatan untuk membangun secara besar-besaran dan berani[21][35]. Atkins, firma Inggris, memberi kita Burj Al Arab yang tak terlupakan[15][23]
[16]. Raksasa Amerika Skidmore, Owings & Merrill (SOM) menghadirkan ikon utama, Burj Khalifa, yang masih menjadi gedung tertinggi di dunia, desainnya menggemakan pola-pola Islam[37][15]
[19]. Foster + Partners, yang dipimpin oleh Norman Foster, menyumbangkan desain berkelanjutan seperti menara The Index dan hotel Lana Dorchester[15]
[28]
[26]. Mendiang Zaha Hadid membawa gaya futuristiknya yang cair dan khas dengan proyek-proyek seperti The Opus[15][32]. Dan jangan lupakan kemunculan bakat yang berbasis di Dubai seperti Killa Design, yang bertanggung jawab atas Museum of the Future yang menakjubkan[16][28]. Pemain besar lainnya seperti RMJM (terlibat dalam Dubai Marina dan DIFC), Gensler, LWK + Partners (Burj Crown), GAJ, dan Calatrava International (perancang Dubai Creek Tower yang direncanakan) juga memberikan kontribusi signifikan[15][16][28][10].
Apa dampak dari masuknya bakat global ini? Ini dengan cepat mempercepat adopsi tren internasional dan metode konstruksi canggih[21][35]. Ini menyebabkan munculnya "starchitecture," di mana bangunan menjadi terkenal sebagian karena perancangnya yang ternama[21][35]. Hasilnya adalah cakrawala yang beragam, terkadang sangat eklektik yang kita lihat hari ini – perpaduan gaya teknologi tinggi, futuristik, dan postmodern[37][21]. Tentu saja, ketergantungan pada desain impor ini juga memicu perdebatan. Muncul pertanyaan tentang mempertahankan identitas arsitektur lokal dan kelayakan lingkungan membangun menara kaca di tengah panas gurun
[38][21][8]. Meskipun demikian, kolaborasi antara pengembang ambisius dan firma-firma global ini tidak dapat disangkal berperan penting dalam menciptakan cakrawala spektakuler dan terkenal di dunia yang mendefinisikan Dubai modern[15][32].
Dubai di Panggung Dunia: Model Urbanisme Modern?
Kebangkitan pesat Dubai tidak hanya mengubah lanskapnya sendiri; itu telah menjadikan kota ini topik pembicaraan utama dalam diskusi global tentang pembangunan perkotaan modern[38][20]
[24][35]. Bagaimana Dubai dipandang? Dubai dilihat sebagai contoh yang menarik dan kompleks dari pertumbuhan perkotaan top-down yang sangat cepat[1][18][21][31]. Perencana dan arsitek di seluruh dunia mempelajari lintasannya, menarik pelajaran, dan mengajukan pertanyaan kritis[20][24]. "Model Dubai" sering merujuk pada strategi spesifiknya: pembangunan yang didukung negara, zona bebas khusus yang menarik investasi asing, pengeluaran infrastruktur besar-besaran (bandara, pelabuhan, metro), fokus pada "starchitecture" ikonik, dan pemasaran global yang agresif[20][1][18][21]. Pendekatan ini mengubah gurun menjadi distrik kota yang padat dan pulau-pulau buatan seolah dalam semalam[5][20][21].
Mengapa disebut "Kota Pencakar Langit"? Nama itu cocok. Dengan Burj Khalifa memimpin dan konsentrasi tertinggi bangunan setinggi lebih dari 300 meter di mana pun di dunia, identitas Dubai tidak dapat disangkal bersifat vertikal[43][37]. Menara-menara ini bukan hanya tentang kepadatan; mereka adalah simbol kuat modernitas, kekayaan, koneksi global, dan ambisi semata[37][38][35]. Membangun tinggi di Dubai adalah pernyataan kepada dunia[38][21][35][15][19]. Model ini tentu saja berpengaruh, menginspirasi kota-kota lain yang bertujuan untuk pengakuan global yang cepat – terkadang disebut "Efek Dubai"[24][20]. Pengembang yang berbasis di Dubai bahkan telah mengekspor model ini, membangun proyek skala besar di luar negeri[20].
Namun, pembangunan pesat ini bukannya tanpa kritik[38][24]. Kekhawatiran sering muncul tentang biaya lingkungan – energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan semua kaca itu, sumber daya yang dikonsumsi dalam proyek konstruksi besar-besaran, dan dampak lanskap buatan[38]
[29][35]. Tata ruang kota itu sendiri sering dikritik karena berpusat pada mobil, terfragmentasi, dan kurangnya ruang ramah pejalan kaki, terutama di area baru yang didominasi oleh jalan raya[38][39]
[42]. Masalah sosial-ekonomi, termasuk kondisi bagi tenaga kerja migran besar yang membangun kota dan potensi segregasi sosial, juga menjadi bagian dari percakapan[21]
[36]. Beberapa berpendapat fokus pada tontonan terkadang menutupi penciptaan ruang kota yang bernuansa dan layak huni atau identitas lokal yang berbeda, meskipun upaya untuk melestarikan situs warisan memang ada[37][24][35]
[44]. Kisah Dubai terus berlanjut, dengan rencana seperti Dubai 2040 Urban Master Plan yang bertujuan untuk keberlanjutan dan kelayakan huni yang lebih besar, menunjukkan kesadaran akan tantangan-tantangan ini[5][42]. Dubai tetap menjadi simbol kuat pertumbuhan hiper dan eksperimen arsitektur, studi kasus yang kompleks untuk urbanisme abad ke-21[38][20][35][42].
Coba Gratis