Dubai: Merajut Keberlanjutan di Tengah Ambisi Megapolis Dunia
25 April 2025
Salin tautan
Sumber
42
Tampilkan sumber dalam teks
Google
Object-1
Magzoid
Mediaoffice
Architizer
Blog Newlaunchproperties
Homestratosphere
Austincontrarian
Baggagetaxi
Dubaiideal
Prasoon
Re-thinkingthefuture
Neuroject
Design-middleeast
Google
Beyracarchitects
Armanipro
Artboothgallery
Armanipro
Mdpi
Wfmmedia
Bidoun
Algedra
Ierek
Dxbadventure
Dubaibusinessdirectory
Algedra Com
Algedra
En Wikipedia
Dergi Neu Edu
Designconceptsint
Dwtc
Thenationalnews
Breakingtravelnews
Saadatrent
Armanipro
Architectureau
Amazing-dubai
M Youtube
Mcy Gov
En Wikipedia
Prezi
Kebangkitan Dubai yang memukau dari pos perdagangan sederhana menjadi kekuatan global adalah kisah tentang kecepatan dan ambisi yang luar biasa 
[16]
[41]. Tapi, jujur saja, pertumbuhan pesat seperti itu tidak terjadi tanpa meninggalkan jejak 
[42]. Pembangunan yang menciptakan keajaiban modern ini mengonsumsi sumber daya yang sangat besar dan menghasilkan limbah yang signifikan, sehingga membebani lingkungan setempat [42]
[39]. Menyadari hal ini, Dubai mengubah arah, merajut keberlanjutan secara mendalam ke dalam tatanan kota dan rencana masa depannya 
[40][16]
[30]. Ini adalah tantangan yang kompleks, menyeimbangkan pembangunan tanpa henti dengan kepedulian lingkungan 
[34][16]
[17]. Ini bukan hanya wacana; ini tentang strategi konkret dalam perencanaan, regulasi yang ketat, kemitraan cerdas, dan belajar dari masa lalu, semuanya dipandu oleh kerangka kerja seperti Dubai 2040 Urban Master Plan yang visioner 
[33][34]
[13]. Jadi, bagaimana sebenarnya Dubai melakukan aksi penyeimbangan pertumbuhan hijau ini? Mari kita telusuri.
Upaya Penyeimbangan: Bentuk Perkotaan - Perluasan vs. Kepadatan
Secara historis, Dubai tumbuh ke luar, mengarah pada jenis perluasan kota yang terlihat di banyak kota yang berkembang pesat [13]
[23]
[11]. Namun, kota-kota yang terus meluas bisa jadi tidak efisien – bayangkan lahan yang terbuang, biaya lebih tinggi untuk jalan dan pipa, serta lebih banyak emisi mobil [13][23][11]. Itulah mengapa strategi Dubai baru-baru ini, terutama Dubai 2040 Urban Master Plan, menandai perubahan arah yang tegas menuju pembangunan ke atas daripada ke luar, dengan fokus pada kepadatan vertikal dan hunian perkotaan yang lebih ringkas [13][23][11]. Tujuannya? Memanfaatkan ruang dan infrastruktur yang sudah ada dengan lebih baik [34]
[24].
Rencana 2040 memfokuskan pembangunan di sekitar lima pusat perkotaan utama – tiga pusat yang sudah ada seperti Deira/Bur Dubai dan Downtown/Business Bay, ditambah dua pusat baru di lokasi Expo 2020 dan Dubai Silicon Oasis [33]
[2]. Idenya adalah untuk menciptakan zona serba guna yang dinamis di mana tempat tinggal, kerja, dan kebutuhan sehari-hari lebih berdekatan [13]
[6][11]. Pernah dengar konsep "kota 20 menit"? Itu adalah bagian inti dari visi ini [2][23][11]. Tujuannya adalah agar penduduk dapat mencapai 80% dari tujuan harian mereka dalam 20 menit berjalan kaki atau bersepeda [2][23][11]. Ini berarti membangun lebih banyak pusat layanan terpadu dan meningkatkan kepadatan penduduk di dekat transportasi umum [2][23]. Faktanya, rencana tersebut menargetkan 55% populasi tinggal dalam jarak 800 meter dari halte transit utama [13][24]. Pendekatan Pengembangan Berorientasi Transit (TOD) ini mendorong bangunan yang lebih tinggi dan penggunaan lahan campuran di dekat transportasi, mengurangi kebutuhan akan mobil dan meningkatkan perjalanan berkelanjutan [13]
[18].
Namun, ini bukan hanya tentang beton dan baja. Rencana tersebut juga bertujuan untuk menggandakan jumlah ruang hijau dan rekreasi, menciptakan ruang 'bernapas' yang vital di kota [33][34][18]. Sebanyak 60% dari total wilayah emirat ditetapkan sebagai cagar alam dan kawasan alam pedesaan [33][34][18]. Koridor hijau direncanakan untuk menghubungkan berbagai area, membuat berjalan kaki dan bersepeda lebih aman dan menyenangkan [33][34]. Ini adalah strategi yang mencoba mencapai kepadatan di tempat yang masuk akal sambil melestarikan ruang alam yang luas [34][18]. Tentu saja, beralih dari budaya yang berpusat pada mobil dan memastikan semua orang bekerja sama secara efektif adalah tantangan yang berkelanjutan, tetapi arah menuju kota yang lebih padat, lebih hijau, dan ramah transit sudah jelas [13][6]
[19][34].
Menetapkan Aturan Main: Regulasi untuk Konstruksi yang Lebih Hijau
Untuk mengelola dampak lingkungan dari sektor konstruksinya yang sedang pesat, Dubai dan UEA mengandalkan kerangka kerja yang kokoh berupa undang-undang lingkungan dan standar bangunan 
[1][42][39]. Pengawasan ini dilakukan oleh lembaga seperti Kementerian Perubahan Iklim dan Lingkungan (MOCCAE) federal dan Dubai Municipality [1][19]
[37]. Landasan utamanya adalah Undang-Undang Federal No. 24 tahun 1999, yang mewajibkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL atau EIA) untuk proyek-proyek besar [1][42]. Sebelum memulai pembangunan, pengembang harus menyerahkan AMDAL terperinci yang menganalisis potensi dampak terhadap udara, air, tanah, satwa liar, kebisingan, dan limbah, beserta rencana untuk memitigasinya [1]
[21][15]. Proses ini memastikan faktor lingkungan dipertimbangkan sejak tahap perencanaan [21]
[29]. Ketidakpatuhan dapat mengakibatkan denda yang berat atau bahkan penangguhan proyek [1].
Sebuah terobosan nyata adalah Al Sa'fat Green Building Rating System, yang diluncurkan oleh Dubai Municipality dan diwajibkan untuk semua bangunan baru [1]
[38]
[36]. Anggap saja ini seperti daftar periksa keberlanjutan untuk konstruksi. Tujuan utamanya adalah mengurangi secara drastis dampak lingkungan bangunan melalui standar efisiensi energi dan air, material berkelanjutan, pengelolaan limbah, dan kualitas udara dalam ruangan yang sehat 
[8][38][36]
[28]. Setiap bangunan baru harus memenuhi persyaratan 'Silver Sa'fa', yang kini menjadi bagian dari Standar Bangunan Dubai standar [38]
[14]. Ini menetapkan standar dasar hijau yang wajib di seluruh kota [14]. Bagi mereka yang menginginkan lebih, tingkat Gold dan Platinum Sa'fa opsional menuntut kredensial hijau yang lebih ketat [38][14].
Apa sebenarnya yang disyaratkan Al Sa'fat? Hal-hal seperti isolasi bangunan yang lebih baik, AC berefisiensi tinggi, pemulihan energi dari sistem ventilasi, perlengkapan hemat air, penggunaan material berkelanjutan dan lokal, daur ulang limbah konstruksi, udara dalam ruangan yang lebih baik, dan mendorong penggunaan panel surya [1][8]
[4][36][37]. Dan apakah ini berhasil? Tentu saja. Estimasi menunjukkan penghematan energi yang signifikan – sekitar 19% untuk bangunan Silver Sa'fa – dan pengurangan CO2 yang mengesankan, mencapai sekitar 2,28 juta metrik ton pada akhir 2023 [14]. Hingga pertengahan 2023, lebih dari 72.000 bangunan memenuhi spesifikasi hijau [14]. Beberapa studi bahkan menunjukkan potensi penghematan melebihi $100 miliar selama 25 tahun berkat standar ini 
[22]. Meskipun beberapa analisis menunjukkan area yang perlu ditingkatkan, seperti potensi penguatan aturan efisiensi air, dampaknya tidak dapat disangkal [22].
Di luar Al Sa'fat, aturan lain mengatasi isu-isu spesifik. Regulasi ketat mengatur penanganan limbah konstruksi, menuntut rencana pengelolaan limbah dan pembuangan yang benar, dengan fokus yang berkembang pada pemilahan dan daur ulang [1][4][15]. Polusi udara dan kebisingan dari lokasi proyek juga dikendalikan melalui tindakan seperti pengendalian debu dan peralatan yang lebih senyap [1][4]. Konservasi air didorong melalui teknologi efisien dan pencegahan polusi, termasuk sistem pengelolaan air hujan wajib [1][15][4]. Ada juga dorongan untuk menggunakan material bangunan yang berkelanjutan, daur ulang, dan bersumber lokal [8][4][14]. Penegakan hukum utamanya dilakukan oleh Dubai Municipality, yang menggunakan izin dan inspeksi untuk memastikan kepatuhan, menjadikan Silver Sa'fa yang wajib sebagai alat yang ampuh untuk konstruksi yang lebih hijau [19][37]
[20][4][14]
[25].
Bermitra untuk Keberlanjutan: Peran PPP
Dubai memahami bahwa membangun masa depan yang berkelanjutan membutuhkan investasi besar dan keahlian, seringkali lebih dari yang dapat dikumpulkan sendiri oleh sektor publik. Di sinilah Kemitraan Pemerintah-Swasta (Public-Private Partnerships atau PPP) berperan 
[3]
[9]
[35]. Dengan bekerja sama dengan perusahaan swasta, Dubai memanfaatkan modal, inovasi, dan keahlian operasional mereka untuk mewujudkan proyek infrastruktur berkelanjutan yang ambisius [3][9]. Dubai Municipality, khususnya, telah menerapkan PPP untuk inisiatif lingkungan utama 
[12]
[5].
Pengelolaan limbah adalah contoh utama. Lihatlah Dubai Waste Management Centre (DWMC) di Warsan [12]
[10]
[26]. Ini bukan fasilitas biasa; ini adalah salah satu pembangkit listrik tenaga sampah terbesar di dunia, dibangun melalui PPP selama 35 tahun yang melibatkan Dubai Municipality, Dubai Holding, dan mitra internasional [10][35][26]. Fasilitas ini dirancang untuk mengolah hampir 2 juta ton sampah kota setiap tahun, mengurangi secara drastis kebutuhan akan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sambil menghasilkan sekitar 200-215 MWh energi bersih untuk jaringan listrik [10][35]
[27][26]. Proyek ini adalah landasan utama ambisi ekonomi sirkular Dubai [10][35]. Lebih banyak PPP limbah direncanakan, mencakup daur ulang, pengolahan limbah organik, dan pengelolaan limbah berbahaya [12]
[7].
Infrastruktur air dan sanitasi adalah area utama lainnya untuk PPP [5]. Proyek besar Dubai Deep Sewer Tunnel, yang diperkirakan menelan biaya AED 25 miliar, bertujuan untuk menciptakan sistem pembuangan limbah super efisien berbasis gravitasi yang dirancang untuk bertahan 100 tahun, menggunakan model PPP Rancang, Bangun, Danai, Operasikan, Pelihara (DBFOM) [12][5][40]. Demikian pula, perluasan Jebel Ali Sewage Treatment Plant dan proyek air Hatta dilaksanakan melalui PPP, meningkatkan kapasitas pengolahan dan daur ulang air [12][5][10]. Dan jangan lupakan energi terbarukan – Mohammed bin Rashid Al Maktoum Solar Park yang ikonik adalah proyek PPP unggulan yang mendorong Strategi Energi Bersih Dubai [3][26][40]. Meskipun kurang terperinci, konsep PPP juga berlaku untuk pembiayaan infrastruktur hijau lainnya, yang berpotensi mencakup ruang hijau atau pendinginan distrik dalam pengembangan [9][34]. Kemitraan ini sangat penting, memungkinkan Dubai untuk mendanai dan melaksanakan proyek-proyek skala besar yang dibutuhkan untuk visi berkelanjutannya [3][27][9][5][10].
Pelajaran yang Diperoleh & Masa Depan Berkelanjutan Dubai
Kisah pertumbuhan Dubai yang luar biasa bukannya tanpa proses pembelajaran, terutama terkait lingkungan [40][16][17]. Fase-fase ekspansi cepat di masa lalu, yang sering dicirikan oleh perluasan kota dan penggunaan sumber daya yang tinggi (bayangkan air dan energi untuk pendinginan!), menyoroti tantangan seperti pengelolaan limbah, kelangkaan air, permintaan energi, kualitas udara, dan perlindungan habitat alami [42][39][8][4][16][28][29]. Apa yang telah dipelajari Dubai dari hal ini?
Pertama, perencanaan proaktif dan terpadu sangat penting [33][34][16]. Pergeseran ke cetak biru komprehensif seperti Dubai 2040 Urban Master Plan menunjukkan langkah dari sekadar bereaksi terhadap masalah menjadi menanamkan keberlanjutan sejak awal, mengoordinasikan pertumbuhan penduduk, infrastruktur, penggunaan lahan, ruang hijau, dan transportasi [17][41]. Kedua, regulasi perlu 'taring' (ketegasan) [1][38][14]. Mewajibkan standar bangunan hijau seperti Al Sa'fat menetapkan standar dasar yang krusial, membuktikan bahwa langkah sukarela tidak selalu cukup [14]. Penegakan yang konsisten adalah kunci untuk membuat aturan ini efektif [14][25]. Ketiga, efisiensi sumber daya tidak dapat ditawar di wilayah gersang [8][40]. Mendorong bangunan hemat energi, konservasi air, pendinginan distrik, dan daur ulang air sangatlah penting [8][36][15]
[31]. Keempat, investasi infrastruktur harus selaras dengan tujuan hijau – pikirkan transportasi umum, energi terbarukan skala besar seperti MBR Solar Park, dan fasilitas limbah dan air modern, yang sering dibangun melalui PPP [3][5][10][41]. Terakhir, ada pemahaman yang berkembang bahwa pembangunan harus diimbangi dengan pelestarian alam, tercermin dalam tujuan rencana 2040 untuk cagar alam dan melipatgandakan ruang hijau [33][34][18].
Ke depannya, Dubai semakin fokus dalam menyeimbangkan ambisi pertumbuhannya (memproyeksikan 5,8 juta penduduk pada tahun 2040 [41][24]) dengan target keberlanjutan yang kuat [40][30][16]. Ini berarti mewujudkan sepenuhnya visi rencana Dubai 2040 tentang komunitas yang padat, berorientasi transit, dan hijau [34][13][2][23]. Ini melibatkan pengejaran agresif terhadap Clean Energy Strategy 2050, yang menargetkan 75% energi bersih dan penghematan energi yang signifikan [40]
[32][28][39][14]. Fokus utama adalah ekonomi sirkular – mengurangi limbah, meningkatkan daur ulang (termasuk material konstruksi), dan menggunakan teknologi waste-to-energy untuk meminimalkan ketergantungan pada TPA [12][10][14][17]. Teknologi kota pintar akan memainkan peran yang lebih besar dalam mengelola sumber daya secara efisien [3][32][16]. PPP akan tetap krusial untuk mendanai infrastruktur berkelanjutan [3][5][9]. Dan adaptasi terhadap risiko perubahan iklim semakin menjadi bagian dari rencana [28][42]. Tujuan Dubai jelas: menjadi tolok ukur global untuk kehidupan perkotaan yang berkelanjutan [40][14][17]. Mencapai hal ini membutuhkan komitmen berkelanjutan, inovasi, kolaborasi, dan mengatasi ketegangan yang melekat antara pertumbuhan dan perlindungan lingkungan [40][13][16][17].
Coba Gratis